Perhiasan sebagai Komoditas Strategis: Dampak Ekspor Neraca Perdagangan Indonesia 2025
Selama ini, ketika membicarakan komoditas strategis Indonesia, fokus utama kerap tertuju pada minyak sawit, batu bara, nikel, atau karet. Namun, di balik kilau emas, perak, dan batu akik Nusantara, tersembunyi kekuatan ekonomi baru yang mulai menunjukkan perannya dalam menjaga keseimbangan eksternal: industri perhiasan.
Tahun 2025 menjadi titik balik penting, di mana perhiasan—yang dulu dianggap sebagai sektor kerajinan skala kecil—resmi masuk dalam radar kebijakan perdagangan nasional sebagai komoditas strategis non-tradisional. Dengan nilai ekspor yang tumbuh pesat, margin keuntungan tinggi, dan kontribusi signifikan terhadap surplus neraca perdagangan, sektor ini kini menjadi salah satu pilar penyangga stabilitas ekonomi makro Indonesia.
Artikel ini mengupas secara mendalam bagaimana ekspor perhiasan berdampak pada neraca perdagangan nasional di tahun 2025, serta mengapa sektor ini layak dipandang sebagai aset strategis dalam arsitektur ekspor Indonesia masa depan.
Perhiasan: Dari Kerajinan Lokal Menjadi Komoditas Strategis
Istilah “komoditas strategis” biasanya merujuk pada barang yang:
- Memiliki kontribusi besar terhadap devisa
- Mampu menciptakan nilai tambah domestik
- Memiliki daya saing global
- Menyerap tenaga kerja dalam jumlah signifikan
Pada 2025, industri perhiasan Indonesia memenuhi semua kriteria tersebut. Berbasis pada kekayaan logam mulia (emas, perak) dan batu mulia lokal, serta keahlian pengrajin yang turun-temurun, sektor ini telah bertransformasi dari usaha mikro menjadi mesin ekspor bernilai tinggi.
Menurut Kementerian Perdagangan, perhiasan resmi dimasukkan ke dalam Daftar Komoditas Unggulan Ekspor 2025–2029, bersama dengan produk hilir nikel, kendaraan listrik, dan karet teknis.
Kinerja Ekspor Perhiasan 2025: Data dan Tren
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Keuangan hingga kuartal III 2025:
- Nilai ekspor perhiasan (emas, perak, batu mulia, fashion jewelry): USD 1,87 miliar
- Pertumbuhan tahunan (YoY): +33% dibanding 2024
- Volume ekspor: Lebih dari 430 ton produk jadi
- Neraca perdagangan perhiasan: Surplus USD 1,85 miliar (karena impor perhiasan hanya USD 20 juta, terutama untuk komponen berlian impor)
- Kontribusi terhadap total surplus neraca perdagangan non-migas: 5,9%
Negara tujuan utama:
- Amerika Serikat (29%)
- Uni Eropa (26%)
- Jepang & Korea Selatan (14%)
- Timur Tengah (13%)
- Australia & Singapura (10%)
Yang menarik, 92% ekspor perhiasan menggunakan bahan baku lokal, termasuk emas dari tambang rakyat dan batu akik dari Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa.
Dampak Langsung terhadap Neraca Perdagangan Indonesia
1. Penyumbang Surplus Non-Migas yang Konsisten
Di tengah tekanan terhadap ekspor batu bara dan CPO akibat regulasi iklim global, perhiasan menjadi salah satu dari sedikit sektor yang mencatatkan pertumbuhan ekspor dua digit dan surplus penuh.
- Surplus USD 1,85 miliar dari perhiasan setara dengan 6,1% dari total surplus neraca perdagangan non-migas pada 2025.
- Kontribusi ini lebih besar daripada beberapa komoditas pertanian tradisional seperti kopi (USD 1,2 miliar) dan kakao (USD 980 juta).
2. Penguatan Transaksi Berjalan (Current Account)
Neraca transaksi berjalan Indonesia pada 2025 diproyeksikan mencatat surplus 0,3% dari PDB, pertama kalinya sejak 2011. Peran ekspor perhiasan—meski secara nominal tidak sebesar migas atau nikel—sangat penting karena:
- Devisa bersifat stabil: Permintaan perhiasan bersifat inelastis terhadap siklus bisnis
- Tidak rentan sanksi geopolitik: Berbeda dengan komoditas energi atau mineral kritis
- Margin tinggi: Setiap USD 1 ekspor perhiasan menghasilkan nilai tambah 4–8 kali lipat dibanding ekspor emas mentah
Menurut Bank Indonesia, aliran devisa dari sektor ini turut membantu menjaga cadangan devisa di level USD 142 miliar—cukup untuk menutup 7,2 bulan impor.
3. Substitusi Impor dan Penghematan Devisa
Sebelum 2022, Indonesia mengimpor perhiasan mewah senilai USD 250–300 juta per tahun, terutama dari Italia, Thailand, dan India. Kini, berkat kebangkitan merek lokal seperti John Hardy, Biasa, dan LokaLoka, impor perhiasan turun drastis menjadi USD 20 juta, menghemat devisa hingga USD 230 juta per tahun.
Dampak Tidak Langsung: Efek Pengganda Ekonomi
Kontribusi perhiasan terhadap neraca perdagangan tidak berhenti pada angka ekspor:
- Industri pendukung: Logistik, kemasan premium, asuransi barang berharga, dan e-commerce lintas negara turut tumbuh
- Pariwisata: Wisatawan mancanegara membeli perhiasan sebagai suvenir premium, menciptakan efek “tourism-to-export”
- Industri kreatif: Kolaborasi dengan fesyen, film, dan musik meningkatkan nilai merek Indonesia secara global
Menurut LPEM-FEB UI, multiplier effect dari ekspor perhiasan mencapai 1:2,4, artinya setiap USD 1 ekspor perhiasan menggerakkan USD 2,4 dalam perekonomian nasional.
Mengapa Perhiasan Layak Disebut Komoditas Strategis?
- Nilai Tambah Tinggi: Margin keuntungan jauh di atas komoditas mentah
- Ramah Lingkungan: Tidak menghasilkan limbah besar seperti pertambangan mentah
- Inklusif: Menyerap tenaga kerja perempuan dan UMKM di daerah
- Tahan Resesi: Permintaan perhiasan cenderung stabil bahkan saat krisis
- Diplomasi Ekonomi: Menjadi alat soft power dan branding budaya Indonesia
Tantangan yang Perlu Diatasi
Meski berkontribusi positif, sektor ini masih menghadapi hambatan:
- Keterbatasan akses bahan baku legal akibat regulasi pertambangan yang ketat
- Minimnya sertifikasi internasional (seperti Kimberley Process untuk berlian)
- Ancaman pembajakan desain di pasar global
- Ketergantungan pada platform e-commerce asing yang memotong margin
- Belum adanya branding kolektif “Indonesian Jewelry” di pasar mewah
Rekomendasi Kebijakan: Memperkuat Peran Strategis
Untuk memaksimalkan dampak perhiasan terhadap neraca perdagangan, pemerintah perlu:
- Masukkan perhiasan dalam program prioritas hilirisasi nasional
- Bangun pusat sertifikasi internasional untuk emas dan batu mulia di Jakarta atau Bali
- Berikan insentif ekspor khusus bagi UMKM perhiasan melalui Bea Cukai dan K/L terkait
- Lindungi desain khas Nusantara melalui pendaftaran HKI global
- Integrasikan perhiasan ke dalam diplomasi ekonomi, seperti misi dagang dan pameran internasional
Penutup: Kilau yang Menstabilkan Neraca
Di tengah gejolak ekonomi global, Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar komoditas volume—ia membutuhkan komoditas nilai. Perhiasan, dengan akar pada kekayaan alam dan kearifan lokal, kini membuktikan dirinya sebagai aset strategis yang tidak hanya menghiasi tubuh, tetapi juga menstabilkan neraca perdagangan dan memperkuat kedaulatan ekonomi.
Pada 2025, setiap anting perak dari Celuk, setiap cincin emas berukir kawung, bukan hanya barang dagangan—melainkan kontribusi nyata terhadap surplus neraca, ketahanan devisa, dan martabat ekonomi bangsa. Dan di masa depan, kilau itu akan terus bersinar—bukan hanya di etalase, tetapi juga di laporan neraca perdagangan Indonesia.

