19, Okt 2025
Kontribusi Industri Tambang Emas terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Negara 2025

Di tengah dinamika ekonomi global yang penuh ketidakpastian, industri tambang emas Indonesia menunjukkan ketangguhan luar biasa pada tahun 2025. Sebagai salah satu produsen emas terbesar di Asia Tenggara, Indonesia tidak hanya memanfaatkan logam mulia ini sebagai komoditas ekspor, tetapi juga sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi, sumber pendapatan negara yang signifikan, dan penopang pembangunan daerah.

Berbeda dari komoditas pertambangan lain yang rentan terhadap siklus harga, emas memiliki permintaan yang stabil—baik sebagai aset keuangan, perhiasan, maupun instrumen lindung nilai. Pada 2025, seiring dengan kenaikan harga emas global dan optimalisasi produksi domestik, industri tambang emas memberikan kontribusi multidimensi: dari penerimaan pajak dan royalti, penciptaan lapangan kerja, hingga penguatan neraca perdagangan.

Artikel ini mengupas secara komprehensif kontribusi industri tambang emas terhadap pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara Indonesia pada 2025, termasuk peran tambang besar, tambang rakyat, serta tantangan yang masih dihadapi dalam upaya memaksimalkan manfaat ekonomi dari sektor ini.


Profil Industri Tambang Emas Indonesia 2025

Indonesia memiliki cadangan emas terbukti sekitar 3.500 ton, dengan produksi mencapai 185 ton logam emas murni pada 2025—meningkat 8% dibanding 2022. Struktur produksinya terdiri dari:

  • Tambang skala besar: 72% (Freeport di Papua, Agincourt di Sumbawa)
  • Tambang rakyat (PES): 28% (Kalimantan, Sulawesi, NTT, NTB)

Harga emas global rata-rata pada 2025 mencapai USD 2.250 per troy ounce, tertinggi dalam sejarah, didorong oleh ketegangan geopolitik, inflasi global, dan permintaan safe-haven.


Kontribusi terhadap Pendapatan Negara

Industri tambang emas menjadi salah satu penyumbang terbesar di sektor pertambangan non-batubara. Pada 2025, kontribusinya terhadap pendapatan negara meliputi:

1. Pajak dan Royalti

  • Pajak Penghasilan (PPh): Rp 6,2 triliun
  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN): Rp 1,8 triliun
  • Royalti: Rp 4,5 triliun (berdasarkan Permen ESDM No. 10/2023, tarif royalti emas 4–6%)
  • Penerimaan negara bukan pajak (PNBP): Rp 1,1 triliun

Total: Rp 13,6 triliun, naik 24% dibanding 2024.

2. Dividen BUMN

  • PT Aneka Tambang (Antam): Menyumbang dividen Rp 2,3 triliun kepada negara
  • Freeport Indonesia (60% saham negara): Kontribusi melalui dividen dan pajak mencapai Rp 9,1 triliun

3. Dana Bagi Hasil (DBH) untuk Daerah

  • Papua: Menerima DBH emas sebesar Rp 3,2 triliun
  • NTB, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah: Total Rp 1,4 triliun
  • Dana ini digunakan untuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan di daerah penghasil

Dampak terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional

1. Penciptaan Lapangan Kerja

Industri tambang emas menyerap:

  • 42.000 tenaga kerja langsung (tambang besar dan rakyat)
  • 110.000 tenaga kerja tidak langsung (logistik, jasa, UMKM pendukung, pengrajin perhiasan)

Di daerah seperti Mimika (Papua) dan Sumbawa (NTB), sektor emas menjadi tulang punggung perekonomian lokal, dengan upah rata-rata Rp 5,8 juta/bulan—jauh di atas UMR.

2. Investasi dan Industrialisasi

Total investasi di sektor emas mencapai Rp 28 triliun pada 2025, termasuk:

  • Ekspansi tambang Grasberg Block Cave (Freeport): USD 1,8 miliar
  • Pembangunan refinery emas Antam di Cibitung: Kapasitas 24 ton/tahun
  • Program peningkatan teknologi tambang rakyat: Pelatihan dan alat ramah merkuri

Investasi ini tidak hanya meningkatkan produksi, tetapi juga meningkatkan nilai tambah melalui pengolahan dalam negeri.

3. Kontribusi terhadap PDB

Sektor pertambangan emas menyumbang 0,42% terhadap PDB nasional pada 2025, setara dengan Rp 87 triliun. Angka ini mencakup seluruh rantai nilai—dari eksplorasi, penambangan, pengolahan, hingga perdagangan perhiasan.

4. Neraca Perdagangan dan Devisa

Ekspor emas dan perhiasan mencapai USD 3,9 miliar pada 2025, terdiri dari:

  • Emas batangan: USD 2,7 miliar (ke Swiss, Singapura, UEA)
  • Perhiasan emas: USD 1,2 miliar (ke India, Timur Tengah, Tiongkok)

Emas menjadi komoditas non-migas kelima terbesar dalam struktur ekspor Indonesia, memberikan kontribusi positif terhadap neraca perdagangan, terutama saat harga komoditas lain melemah.


Peran Tambang Rakyat dalam Ekonomi Inklusif

Tambang emas rakyat (Pertambangan Emas Skala Kecil/PES) memainkan peran krusial dalam pemberdayaan ekonomi mikro:

  • 320.000 penambang rakyat tersebar di 27 provinsi
  • Program “Desa Emas” di Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah telah melatih 15.000 penambang menggunakan teknologi gravitasi dan sianidasi tertutup
  • Pengurangan penggunaan merkuri hingga 65% sejak 2022 berkat program GEF/UNDP

Pemerintah juga memfasilitasi kemitraan antara penambang rakyat dan Antam, memastikan akses pasar yang adil dan harga transparan.


Tantangan yang Masih Menghambat Potensi Maksimal

Meski kontribusinya besar, industri tambang emas menghadapi sejumlah tantangan:

  1. Illegal Mining: Sekitar 20% produksi emas berasal dari tambang ilegal, merugikan negara hingga Rp 3,5 triliun/tahun dalam bentuk pajak dan royalti yang hilang.
  2. Ketergantungan pada Impor Teknologi: Peralatan eksplorasi dan pengolahan masih 80% impor, meningkatkan biaya produksi.
  3. Dampak Lingkungan: Penggunaan merkuri di tambang rakyat masih menjadi ancaman bagi ekosistem dan kesehatan.
  4. Konsentrasi Geografis: 72% produksi berasal dari Papua—rentan terhadap risiko sosial dan gangguan pasokan.

Strategi Pemerintah untuk Meningkatkan Kontribusi Masa Depan

Untuk mengoptimalkan potensi emas, pemerintah menerapkan strategi jangka menengah:

  • Digitalisasi Izin Tambang: Melalui sistem Online Single Submission (OSS) untuk transparansi dan kecepatan
  • Insentif Fiskal: Pembebasan PPh untuk investasi di refinery dan teknologi ramah lingkungan
  • Penguatan Pengawasan: Kolaborasi antara Kementerian ESDM, Polri, dan TNI untuk memberantas tambang ilegal
  • Pengembangan Klaster Perhiasan: Di Bali, Jawa, dan Sumatera untuk meningkatkan nilai ekspor
  • Integrasi ESG: Mendorong sertifikasi Responsible Gold Mining untuk akses pasar premium

Target 2027: Produksi 220 ton/tahun dan 100% emas diolah di dalam negeri.


Penutup: Emas sebagai Mesin Pertumbuhan yang Berkelanjutan

Pada 2025, industri tambang emas Indonesia telah membuktikan dirinya sebagai mesin pertumbuhan ekonomi yang andal dan inklusif. Ia tidak hanya mengisi kas negara, tetapi juga menggerakkan roda perekonomian di daerah terpencil, menciptakan lapangan kerja berkualitas, dan memperkuat posisi Indonesia di pasar global.

Namun, potensi ini hanya bisa dimaksimalkan jika pertumbuhan ekonomi sejalan dengan keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial. Dengan kebijakan yang visioner, penegakan hukum yang tegas, dan pemberdayaan masyarakat yang inklusif, emas akan terus menjadi sumber kemakmuran yang berkelanjutan bagi bangsa Indonesia.