19, Okt 2025
Gas Petroleum Domestik: Upaya Meningkatkan Ketahanan Energi dan Ekonomi Nasional 2025

Di tengah ketidakpastian pasar energi global, tekanan inflasi, dan komitmen transisi menuju ekonomi rendah karbon, Indonesia pada tahun 2025 memperkuat strategi nasional berbasis pemanfaatan maksimal sumber daya energi domestik. Salah satu fokus utama adalah gas petroleum—meliputi Liquefied Petroleum Gas (LPG) dan gas bumi—yang selama ini sebagian besar masih diimpor meskipun Indonesia memiliki cadangan gas alam yang melimpah.

Optimalisasi gas petroleum domestik bukan sekadar upaya mengurangi impor, tetapi bagian integral dari penguatan ketahanan energi, stabilitas ekonomi makro, dan pemerataan akses energi. Dengan kebijakan terpadu, investasi infrastruktur, dan inovasi teknologi, pemerintah berupaya mengubah potensi sumber daya gas menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Artikel ini mengupas secara komprehensif langkah-langkah optimalisasi gas petroleum domestik pada 2025, dampaknya terhadap ketahanan energi nasional, serta kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia.


Potensi Gas Petroleum Domestik: Sumber Daya yang Belum Tergali Maksimal

Indonesia memiliki cadangan gas bumi terbukti sekitar 38,5 triliun kaki kubik (TCF)—terbesar di Asia Tenggara—dengan produksi rata-rata 5.500–6.000 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) pada 2025. Namun, pemanfaatannya belum optimal:

  • Hanya 35% gas domestik yang diolah menjadi LPG
  • 65% kebutuhan LPG nasional masih diimpor
  • Infrastruktur distribusi terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera
  • Associated gas dari lapangan minyak sering dibakar (flaring) karena kurangnya fasilitas pengolahan

Padahal, setiap 1 TCF gas bumi dapat menghasilkan sekitar 1,8–2 juta ton LPG. Dengan potensi tersebut, Indonesia seharusnya tidak hanya swasembada, tetapi juga menjadi eksportir bersih LPG.


Strategi Optimalisasi Gas Petroleum Domestik 2025

1. Percepatan Pengembangan Kilang Mini dan Fasilitas LNG-to-LPG

Pemerintah melalui Pertamina dan mitra swasta mempercepat pembangunan kilang mini LPG dan konversi LNG (Liquefied Natural Gas) menjadi LPG:

  • Kilang Mini LPG Cilacap & Balikpapan: Beroperasi penuh sejak 2024, menghasilkan 600.000 ton/tahun
  • Fasilitas LNG-to-LPG Bontang (Kaltim): Mengkonversi surplus LNG dari Tangguh dan Badak menjadi 500.000 ton LPG/tahun
  • Proyek Mobile LPG Plant: Unit modular di lapangan gas terpencil (Papua, Natuna) untuk menghindari flaring

Total kapasitas produksi LPG domestik meningkat dari 2,1 juta ton (2022) menjadi 3,8 juta ton pada 2025—mengurangi impor hingga 1,7 juta ton.

2. Pemanfaatan Associated Gas dan Gas Pinggiran

Program “Zero Flaring 2030” mendorong pemanfaatan associated gas (gas yang menyertai produksi minyak) yang selama ini dibakar sia-sia:

  • Di lapangan Rokan (Riau), gas hasil samping diolah menjadi LPG oleh PT Chevron
  • Di Blok Cepu (Jawa Tengah), gas dialirkan ke kilang mini Tuban
  • Insentif pajak diberikan bagi perusahaan yang membangun fasilitas pengolahan gas pinggiran

Langkah ini tidak hanya meningkatkan pasokan LPG, tetapi juga mengurangi emisi CO₂ sebesar 2,3 juta ton/tahun.

3. Ekspansi Jaringan Infrastruktur Gas

Infrastruktur menjadi kunci optimalisasi. Pada 2025, pemerintah memperluas:

  • Jargas (Jaringan Gas Rumah Tangga): Menjangkau 1,35 juta sambungan di 62 kota, menggantikan LPG tabung
  • Pipa Transmisi Nasional: Proyek Sumatera Selatan–Jawa dan Kalimantan Timur–Selatan memperlancar distribusi
  • SPBG (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas): Meningkat menjadi 285 unit, mendukung konversi kendaraan ke CNG/LPG

Dengan jargas, biaya energi rumah tangga turun 30%, dan pasokan lebih stabil.

4. Pengembangan Bio-LPG sebagai Pelengkap Berkelanjutan

Indonesia mulai mengembangkan bio-LPG dari sumber terbarukan:

  • Minyak jelantah: Diolah menjadi bio-LPG di Karawang (Jabar)
  • Limbah kelapa sawit: POME (Palm Oil Mill Effluent) diubah melalui proses hidroproses
  • Biogas TPA: Dikonversi di Tempat Pembuangan Akhir terpilih

Pabrik percontohan telah menghasilkan 20.000 ton bio-LPG/tahun, dengan target 200.000 ton pada 2027. Bio-LPG tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi sirkular.

5. Digitalisasi dan Tata Kelola Pasokan

Sistem digital digunakan untuk memastikan efisiensi:

  • Aplikasi LPGku: Memantau stok, distribusi, dan konsumsi real-time
  • Sistem Verifikasi Subsidi (SVS): Memastikan LPG 3 kg hanya untuk rumah tangga miskin
  • Platform Gas Nasional: Mengintegrasikan data hulu-hilir untuk perencanaan pasokan

Dampak terhadap Ketahanan Energi Nasional

Optimalisasi gas petroleum domestik memberikan dampak signifikan terhadap ketahanan energi:

Produksi LPG domestik3,8 juta ton/tahun(+80% vs 2022)
Ketergantungan impor LPGTurun dari72% → 59%
Penghematan devisaUSD 1,1 miliar/tahun
Akses energi bersih89% rumah tanggamenggunakan LPG/gas pipa
Emisi GRK dari sektor rumah tanggaTurun18%sejak 2022

Gas petroleum domestik juga memperkuat ketahanan energi nasional dengan:

  • Mengurangi kerentanan terhadap gejolak harga global
  • Menjamin pasokan energi termal yang stabil bagi UMKM dan industri
  • Mendukung stabilitas sistem kelistrikan melalui PLTG berbasis gas domestik

Kontribusi terhadap Perekonomian Nasional

1. Penghematan Anggaran dan Stabilitas Fiskal

  • Pengurangan impor LPG menghemat Rp 17 triliun/tahun dalam tekanan neraca perdagangan
  • Anggaran subsidi energi lebih tepat sasaran, mengurangi kebocoran hingga 22%

2. Penciptaan Lapangan Kerja

  • Investasi di sektor gas petroleum menciptakan 52.000 lapangan kerja (konstruksi, operasi, distribusi)
  • UMKM pemanfaat gas (kuliner, batik, kerajinan) meningkat produktivitasnya hingga 25%

3. Penguatan Industri Dalam Negeri

  • Industri manufaktur tabung LPG, kompor gas, dan meteran gas tumbuh 15% per tahun
  • Kemandirian teknologi pengolahan gas mendorong kolaborasi riset antara ITB, ITS, dan BRIN

4. Pemerataan Pembangunan

  • Program Jargas dan LPG desa menjangkau 320 kecamatan di daerah 3T
  • Harga energi di Indonesia timur turun rata-rata 28%, mendorong pertumbuhan UMKM lokal

Tantangan dan Langkah Lanjutan

Meski progres signifikan telah dicapai, tantangan tetap ada:

  1. Keterbatasan investasi di sektor hulu akibat regulasi yang kompleks
  2. Kesenjangan infrastruktur antara Jawa dan luar Jawa
  3. Persaingan dengan energi listrik dan terbarukan di perkotaan
  4. Kurangnya SDM teknis di bidang pengolahan gas

Untuk itu, pemerintah tengah menyusun Roadmap Optimalisasi Gas Domestik 2025–2030, yang mencakup:

  • Penyederhanaan perizinan investasi hulu
  • Insentif fiskal untuk pengembangan gas di luar Jawa
  • Program vokasi “Tenaga Ahli Gas” di politeknik pertambangan
  • Integrasi gas dengan hidrogen hijau di masa depan

Penutup: Dari Potensi ke Kedaulatan Energi

Optimalisasi pemanfaatan gas petroleum domestik pada 2025 bukan hanya soal teknis atau ekonomi, tetapi pernyataan kedaulatan. Dengan memanfaatkan sumber daya yang sudah ada di bawah tanah dan laut Nusantara, Indonesia mengurangi ketergantungan pada dunia luar, memperkuat ketahanan ekonomi, dan memastikan bahwa energi bersih bukan barang mewah, tapi hak dasar setiap warga negara.

Seperti ditegaskan dalam dokumen kebijakan Kementerian ESDM 2025:

“Kami tidak membutuhkan tambang baru untuk menjadi kuat. Kami hanya perlu mengalirkan apa yang sudah mengalir di bumi kami—dengan bijak, adil, dan penuh tanggung jawab.”

Dengan komitmen ini, gas petroleum domestik akan terus menjadi pilar ketahanan energi dan penggerak ekonomi nasional—bukan hanya hari ini, tetapi hingga masa depan yang benar-benar berdaulat.