Ekspor Seafood Beku Indonesia Menghadapi Dampak Ekonomi Dunia Tahun 2025
Tahun 2025 menjadi ujian strategis bagi sektor perikanan Indonesia. Di tengah perlambatan ekonomi global, volatilitas nilai tukar, ketegangan geopolitik, dan perubahan regulasi perdagangan internasional, kinerja ekspor seafood beku—komoditas unggulan yang mencakup udang, cumi, tuna, kepiting, dan ikan fillet—mengalami tekanan signifikan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekspor seafood beku hingga kuartal III 2025 mencapai USD 3,82 miliar, turun 8,4% dibanding periode yang sama tahun 2024.
Namun, di balik tantangan tersebut terdapat peluang besar. Perubahan preferensi konsumen global terhadap produk berkelanjutan, halal, bernilai tambah tinggi, dan mudah diakses secara digital membuka celah strategis bagi Indonesia untuk mereposisi diri di pasar internasional. Artikel ini menguraikan secara komprehensif strategi nasional dan sektoral yang ditempuh Indonesia untuk meningkatkan ekspor seafood beku di tengah dampak ekonomi dunia tahun 2025, mencakup kebijakan pemerintah, inovasi pelaku usaha, serta rekomendasi ke depan.
Konteks Ekonomi Global 2025: Tantangan yang Menghimpit
Beberapa faktor eksternal utama yang memengaruhi ekspor seafood beku Indonesia pada 2025:
- Perlambatan pertumbuhan ekonomi global (IMF: 2,6%), menyebabkan penurunan konsumsi di AS, UE, dan Tiongkok.
- Penguatan dolar AS dan pelemahan rupiah (rata-rata Rp16.300/USD), meningkatkan biaya input impor seperti pakan dan mesin.
- Regulasi ketat keberlanjutan (CBAM UE, SIMP AS, IUU Fishing Compliance) yang mempersulit akses pasar.
- Persaingan ketat dari Vietnam, India, dan Ekuador yang lebih efisien dalam logistik dan harga.
- Biaya logistik internasional yang tetap tinggi akibat gangguan rute pelayaran dan regulasi emisi maritim.
Dalam konteks ini, strategi ekspor tradisional berbasis volume dan harga murah sudah tidak lagi efektif. Diperlukan pendekatan baru yang berfokus pada nilai tambah, keberlanjutan, dan diferensiasi pasar.
Strategi Nasional untuk Peningkatan Ekspor Seafood Beku 2025
1. Percepatan Sertifikasi dan Kepatuhan terhadap Standar Global
Untuk memenuhi tuntutan pasar maju, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengambil langkah:
- Subsidi 50% biaya sertifikasi MSC (Marine Stewardship Council), ASC (Aquaculture Stewardship Council), dan EU Organic bagi UMKM eksportir.
- Pengembangan Sistem Informasi Ketertelusuran Hasil Perikanan (SIKHP) berbasis blockchain untuk memastikan transparansi dari kapal ke konsumen.
- Pelatihan intensif bagi pembudidaya dan pengolah dalam penerapan Good Aquaculture Practices (GAqP) dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).
Hasil: Jumlah eksportir seafood Indonesia bersertifikat ASC meningkat 40% pada 2025 dibanding 2024.
2. Diversifikasi Pasar Ekspor
Mengurangi ketergantungan pada tiga pasar utama (AS, Jepang, Tiongkok), pemerintah fokus pada:
- Timur Tengah: Memanfaatkan Indonesia–UAE Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) yang berlaku sejak Juni 2025 untuk ekspor seafood halal tanpa tarif.
- Afrika: Membuka akses ke Nigeria, Afrika Selatan, dan Maroko melalui misi dagang dan kerja sama Selatan–Selatan.
- Amerika Latin: Menjajaki peluang ekspor ke Meksiko dan Chili melalui forum RCEP dan kerja sama ASEAN.
Target: Mengurangi pangsa pasar tradisional dari 65% menjadi 50% pada 2026.
3. Peningkatan Nilai Tambah melalui Hilirisasi
Alih-alih mengekspor komoditas mentah, Indonesia mendorong transformasi ke produk bernilai tinggi:
- Udang breaded siap goreng
- Tuna sushi-grade fillet
- Seafood ready-to-cook dengan bumbu khas Nusantara
- Produk beku organik dan rendah karbon
Kementerian Perindustrian memberikan tax allowance 30% dan bebas bea masuk sementara untuk investasi mesin pengolahan modern.
Dampak: Margin ekspor produk olahan mencapai 2–3 kali lipat dibanding udang beku mentah.
4. Penguatan Ekspor Digital dan E-commerce Global
Merespons pergeseran konsumsi ke saluran online, pemerintah meluncurkan:
- Indonesia Seafood Export Marketplace (ISEM): Platform khusus yang menghubungkan UMKM perikanan dengan pembeli global.
- Kerja sama dengan Alibaba Seafood, Amazon Fresh, dan Lazada Global untuk logistik terpadu dan cold chain.
- Pelatihan ekspor digital bagi 15.000 pelaku usaha perikanan pada 2025.
Capaian: Ekspor seafood beku melalui e-commerce tumbuh 34% YoY pada 2025.
5. Optimalisasi Infrastruktur dan Logistik
Untuk menekan biaya dan mempercepat pengiriman:
- Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Terpadu di Bitung, Benoa, dan Sorong dengan cold storage dan inspeksi ekspor terpusat.
- Penerapan kebijakan zero dwell time di pelabuhan utama untuk seafood beku.
- Subsidi biaya pengiriman melalui Program Logistik Ekspor Prioritas (LEP).
6. Penguatan Branding dan Diplomasi Produk
Indonesia memperkuat citra global melalui:
- Kampanye “Indonesian Sustainable & Halal Seafood” di pameran internasional (Seafood Expo Global, SIAL Paris).
- Kolaborasi dengan chef internasional untuk mempromosikan olahan seafood Nusantara.
- Sertifikasi Geographical Indication (GI) untuk produk unggulan seperti Udang Vaname Sidoarjo dan Tuna Cakalang Bitung.
Peran Multisektor dalam Mendukung Strategi
Keberhasilan strategi ini membutuhkan sinergi:
- Pemerintah: Menyediakan regulasi, insentif, dan infrastruktur.
- Pelaku usaha: Berinovasi dalam produk, pemasaran, dan manajemen rantai pasok.
- Asosiasi (AP5I, HIN): Menjadi jembatan advokasi dan peningkatan kapasitas.
- Akademisi dan lembaga riset: Mengembangkan teknologi budidaya ramah lingkungan dan pakan lokal.
- Lembaga keuangan: Menyediakan pembiayaan inklusif bagi UMKM perikanan.
Tantangan yang Masih Perlu Diatasi
Meski strategi telah berjalan, sejumlah hambatan struktural tetap ada:
- Ketergantungan pada pakan impor (70% dari total kebutuhan udang).
- Infrastruktur cold chain yang belum merata di daerah penghasil.
- Minimnya SDM terampil dalam manajemen ekspor digital dan sertifikasi internasional.
- Kurangnya R&D untuk inovasi produk dan teknologi budidaya.
Proyeksi dan Rekomendasi ke Depan
Jika strategi ini diimplementasikan secara konsisten, Indonesia berpotensi:
- Meningkatkan ekspor seafood beku menjadi USD 4,5 miliar pada 2026.
- Menjadi salah satu dari 5 pengekspor utama seafood halal dan berkelanjutan di dunia.
- Mengurangi defisit neraca perdagangan perikanan melalui substitusi impor pakan dan mesin.
Rekomendasi strategis:
- Percepat pengembangan pakan lokal berbasis tepung ikan dan mikroalga.
- Bangun klaster industri perikanan terpadu yang mengintegrasikan budidaya, pengolahan, logistik, dan ekspor.
- Tingkatkan anggaran R&D perikanan menjadi minimal 1% dari total APBN sektor kelautan.
- Perluas kerja sama bilateral dengan negara importir untuk mutual recognition sertifikasi.
Kesimpulan
Dampak ekonomi dunia tahun 2025 bukan alasan untuk menyerah, melainkan momentum untuk mentransformasi sektor perikanan Indonesia dari model ekspor komoditas menuju ekspor berbasis nilai tambah, keberlanjutan, dan identitas budaya. Dengan kekayaan laut, komitmen terhadap blue economy, dan status sebagai pemimpin ekonomi halal global, Indonesia memiliki fondasi kuat untuk menjadi pemain utama dalam perdagangan seafood beku dunia.
Namun, keberhasilan hanya mungkin terwujud jika strategi yang telah dirancang dijalankan secara konsisten, inklusif, dan berkelanjutan. Di tengah badai ketidakpastian global, seafood beku Indonesia tidak hanya bisa bertahan—tapi juga menjadi duta biru dari Nusantara yang dihargai di seluruh penjuru dunia.

