22, Okt 2025
Ekspor Udang Indonesia 2025: Menembus Target Pasar Global dengan Kualitas dan Keberlanjutan

Tahun 2025 menjadi momentum kebangkitan bagi sektor perikanan Indonesia, khususnya komoditas udang. Di tengah persaingan ketat di pasar global, tekanan regulasi keberlanjutan, dan fluktuasi iklim yang mengganggu produksi, Indonesia justru mencatatkan kinerja ekspor udang yang mengesankan. Berbekal peningkatan kualitas pasca-panen, sertifikasi keberlanjutan internasional, serta transformasi budidaya berbasis teknologi, Indonesia tidak hanya mempertahankan posisinya sebagai salah satu eksportir udang terbesar dunia—tetapi juga menembus pasar premium yang sebelumnya didominasi oleh Vietnam, India, dan Ekuador.

Artikel ini mengupas secara komprehensif capaian, strategi, tantangan, dan prospek ekspor udang Indonesia pada 2025, dengan fokus pada bagaimana kualitas dan keberlanjutan menjadi kunci sukses di pasar global.


Capaian Ekspor Udang Indonesia 2025

Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor udang Indonesia pada periode Januari–September 2025 mencapai 185.000 ton, dengan nilai USD 1,92 miliar. Jika tren ini berlanjut, total ekspor tahunan diperkirakan mencapai 245.000–250.000 ton, melampaui target awal pemerintah sebesar 230.000 ton.

Pertumbuhan ini mencatatkan kenaikan 18% dalam volume dan 22% dalam nilai dibandingkan 2024—menjadikannya pertumbuhan tertinggi sejak 2019.

Negara Tujuan Utama Ekspor Udang 2025:

Amerika Serikat32%Permintaan tinggi untuk udang beku berukuran besar (21/25, 16/20)
Jepang18%Fokus pada kualitas higienis dan sertifikasi HACCP
Uni Eropa15%Permintaan meningkat untuk udang bersertifikat MSC/ASC
Tiongkok12%Pemulihan pasca-pandemi; permintaan untuk produk olahan
Australia & Kanada8%Pasar premium dengan standar keberlanjutan ketat

Yang menarik, ekspor ke Uni Eropa tumbuh 35% YoY, didorong oleh keberhasilan Indonesia memenuhi EU Deforestation Regulation (EUDR) dan sertifikasi ASC (Aquaculture Stewardship Council).


Strategi Sukses: Kualitas dan Keberlanjutan sebagai Fondasi

1. Transformasi Budidaya Berkelanjutan

Indonesia telah mengalihkan fokus dari tambak tradisional ke sistem budidaya intensif berkelanjutan, seperti:

  • Bioflok: Teknologi sirkulasi air tertutup yang mengurangi penggunaan air laut dan limbah.
  • Silvofishery: Integrasi tambak dengan mangrove, menjaga ekosistem pesisir sekaligus memenuhi standar lingkungan global.
  • Zero Water Discharge (ZWD): Sistem tanpa pembuangan air limbah, diminati pasar Eropa dan Jepang.

Hingga 2025, lebih dari 40% tambak udang nasional telah menerapkan praktik budidaya ramah lingkungan, naik dari hanya 15% pada 2020.

2. Sertifikasi Internasional yang Komprehensif

Untuk menembus pasar premium, eksportir Indonesia aktif memperoleh sertifikasi:

  • ASC (Aquaculture Stewardship Council): Kini dimiliki oleh 120 unit usaha budidaya di Sumatra, Jawa, dan Sulawesi.
  • BAP (Best Aquaculture Practices): Diadopsi oleh perusahaan besar seperti CP Prima, Japfa, dan Austindo Nusantara.
  • Organic Certification (EU & USDA): Untuk segmen niche di AS dan Eropa.

KKP melaporkan bahwa 78% ekspor udang ke Uni Eropa dan AS pada 2025 telah bersertifikat ASC atau BAP—naik signifikan dari 45% pada 2022.

3. Peningkatan Mutu Pasca-Panen

Investasi dalam cold chain logistics dan unit pengolahan modern menjadi kunci menjaga kualitas:

  • Penggunaan ice slurry dan chilling system sejak panen.
  • Pabrik pengolahan berstandar HACCP, ISO 22000, dan BRCGS.
  • Pengembangan produk bernilai tambah: udang kupas, cooked & peeled, breaded shrimp, hingga ready-to-cook.

Ekspor produk olahan kini mencapai 35% dari total ekspor, memberikan margin lebih tinggi dibanding udang mentah beku.

4. Digitalisasi dan Traceability

Sistem e-Sertifikasi dan blockchain-based traceability memungkinkan pembeli global melacak asal-usul udang—dari tambak hingga pelabuhan. Platform seperti FishLog dan e-SIKI (Sistem Informasi KKP) mempercepat proses ekspor dan meningkatkan kepercayaan pasar.


Dampak Ekonomi dan Sosial

Ekspor udang 2025 memberikan dampak luas terhadap perekonomian nasional:

  • Kontribusi terhadap devisa: USD 2,5–2,6 miliar pada akhir 2025.
  • Penyerapan tenaga kerja: Sektor udang menyerap 1,2 juta tenaga kerja, termasuk petambak, pengolah, logistik, dan eksportir.
  • Pemberdayaan UMKM: Lebih dari 60% petambak adalah pelaku usaha kecil yang kini terhubung ke rantai pasok global melalui koperasi dan kemitraan inti-plasma.
  • Penguatan ekonomi pesisir: Daerah seperti Aceh, Lampung, Demak, Barru (Sulsel), dan Sumbawa mengalami peningkatan kesejahteraan berkat ekspor udang.

Tantangan yang Masih Mengintai

Meski capaian menggembirakan, sejumlah tantangan perlu diwaspadai:

  1. Persaingan Global yang Ketat
    Vietnam dan India terus meningkatkan produktivitas dengan teknologi AI dan otomasi. Ekuador memperluas ekspor udang vaname ke AS dengan harga kompetitif.
  2. Ancaman Penyakit pada Udang
    Wabah AHPND (Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease) dan EHP (Enterocytozoon hepatopenaei) masih menjadi risiko utama. KKP terus memperkuat sistem biosecurity dan pengawasan benur.
  3. Regulasi Impor yang Semakin Ketat
    AS menerapkan Seafood Import Monitoring Program (SIMP), sementara UE mewajibkan due diligence terhadap jejak lingkungan dan sosial. Kegagalan memenuhi syarat berisiko menyebabkan penolakan impor.
  4. Keterbatasan Infrastruktur di Daerah
    Akses jalan, listrik, dan air bersih di sentra tambak masih menjadi hambatan bagi petambak skala kecil untuk naik kelas.

Strategi Jangka Panjang: Roadmap Udang 2025–2030

Pemerintah dan pelaku usaha menyusun strategi berkelanjutan melalui Roadmap Pengembangan Komoditas Udang Nasional, dengan target:

  • Meningkatkan produksi menjadi 400.000 ton/tahun pada 2030.
  • Meningkatkan pangsa ekspor produk olahan menjadi 50%.
  • Memperluas sertifikasi ASC/BAP ke 80% unit budidaya ekspor.
  • Mengembangkan merek nasional “Indonesian Shrimp” sebagai jaminan kualitas dan keberlanjutan global.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan:

“Udang bukan hanya komoditas ekspor, tapi simbol kedaulatan pangan dan kemaritiman Indonesia. Kita ingin dunia tahu: udang terbaik datang dari Indonesia—dibudidayakan dengan alam, bukan melawan alam.”


Penutup

Ekspor udang Indonesia 2025 adalah bukti nyata bahwa pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan bisa berjalan seiring. Dengan mengedepankan kualitas, inovasi, dan tanggung jawab ekologis, Indonesia tidak hanya menjual udang—tapi juga nilai-nilai keberlanjutan yang dihargai pasar global.

Ke depan, kunci keberhasilan terletak pada penguatan kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, petambak, dan lembaga sertifikasi. Jika sinergi ini terjaga, mimpi Indonesia menjadi eksportir udang nomor satu dunia bukan lagi sekadar harapan—melainkan keniscayaan.