20, Okt 2025
Nilai Tambah dari Logam Mulia: Strategi Hilirisasi Perhiasan untuk Meningkatkan Ekonomi Indonesia 2025

Indonesia dianugerahi kekayaan logam mulia—emas, perak, dan berbagai batu mulia—yang selama puluhan tahun sebagian besar diekspor dalam bentuk mentah atau setengah olah. Namun, di tengah transformasi ekonomi berbasis nilai tambah, tahun 2025 menjadi momentum krusial bagi Indonesia untuk menghentikan “kemiskinan di atas kekayaan” dan beralih ke strategi hilirisasi yang cerdas: mengolah logam mulia menjadi perhiasan bernilai tinggi sebelum diekspor.

Strategi ini tidak hanya meningkatkan devisa, tetapi juga menciptakan lapangan kerja, memperkuat industri kreatif, dan membangun merek global berbasis identitas budaya. Artikel ini mengupas bagaimana hilirisasi perhiasan menjadi salah satu pilar ekonomi baru Indonesia di 2025, serta langkah-langkah konkret yang telah dan perlu diambil untuk memaksimalkan nilai tambah dari setiap gram emas dan perak yang ditambang di bumi Nusantara.


Latar Belakang: Dari Ekspor Mentah ke Produk Bernilai Tinggi

Sebelum 2020, Indonesia mengekspor sebagian besar emas dalam bentuk doré bar atau emas batangan mentah, dengan sedikit sentuhan nilai tambah. Menurut data Kementerian ESDM, lebih dari 65% produksi emas nasional dikirim ke luar negeri untuk diolah—padahal margin keuntungan dari perhiasan jadi bisa 5 hingga 10 kali lipat dibanding emas batangan.

Perubahan paradigma dimulai dengan Peraturan Presiden No. 33/2021 tentang Hilirisasi Komoditas Strategis, yang kemudian diperkuat oleh Perpres No. 12/2024 yang secara khusus mendorong pengolahan logam mulia menjadi produk akhir. Hasilnya, pada 2025, 72% ekspor perhiasan Indonesia berbasis logam mulia lokal, dan nilai ekspornya mencapai USD 1,85 miliar—naik 32% dibanding 2024.


Strategi Hilirisasi Perhiasan: Empat Pilar Utama

1. Kebijakan Restriktif dan Insentif Fiskal

Pemerintah menerapkan kombinasi kebijakan “carrot and stick”:

  • Larangan ekspor emas mentah kecuali untuk tujuan riset atau dalam skema kemitraan terverifikasi
  • Pembebasan bea masuk impor peralatan manufaktur perhiasan (seperti mesin CAD/CAM, 3D printer logam)
  • Restitusi PPN dipercepat bagi UMKM eksportir perhiasan
  • Insentif pajak bagi investor yang membangun pabrik pengolahan logam mulia di luar Jawa

Langkah ini berhasil menarik investasi baru, termasuk joint venture antara PT Antam dengan desainer internasional untuk lini perhiasan premium berbasis emas Nusantara.

2. Penguatan Rantai Pasok Terintegrasi

Hilirisasi hanya efektif jika rantai pasok dari tambang ke etalase berjalan lancar. Pada 2025, pemerintah memfasilitasi:

  • Kemitraan tambang–pengrajin: PT Antam dan sejumlah tambang rakyat menyediakan emas bersertifikat langsung ke sentra kerajinan di Bali, Tasikmalaya, dan Yogyakarta
  • Pusat Pengolahan Logam Mulia Terpadu di Cikarang dan Denpasar, yang menyediakan layanan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam siap desain
  • Sistem Verifikasi Legalitas Emas (SVLE) untuk memastikan asal-usul yang transparan—syarat wajib pasar Eropa dan AS

3. Digitalisasi dan Inovasi Desain

Untuk bersaing di pasar global, perhiasan Indonesia harus menggabungkan tradisi dan teknologi:

  • Pelatihan desain digital (CAD) dan manufaktur aditif (3D printing logam) bagi 5.000 pengrajin melalui program Kemenperin dan Kemenparekraf
  • Platform “CraftLink” yang menghubungkan pengrajin dengan desainer global dan buyer internasional
  • Pengembangan NFT untuk sertifikasi keaslian dan koleksi terbatas, bekerja sama dengan startup teknologi

4. Branding Global Berbasis Budaya dan Keberlanjutan

Nilai tambah bukan hanya pada material, tetapi juga pada narasi. Indonesia membangun positioning sebagai produsen perhiasan yang:

  • Berkarifan lokal: Motif kawung, ukiran Bali, tenun emas, filosofi batu akik
  • Beretika dan berkelanjutan: Emas daur ulang, batu mulia lokal tanpa deforestasi, tenaga kerja perempuan yang diberdayakan
  • Premium namun inklusif: Menyasar segmen mid-luxury hingga high-end

Merek seperti John Hardy, Biasa, dan LokaLoka menjadi wajah baru “Made in Indonesia” di pasar global, sementara UMKM menembus platform seperti Etsy, Farfetch, dan Amazon Handmade.


Dampak Ekonomi Hilirisasi Perhiasan di 2025

1. Peningkatan Nilai Ekspor dan Devisa

  • Nilai ekspor perhiasan: USD 1,85 miliar (+32% YoY)
  • Jika diekspor sebagai emas mentah, nilai yang sama hanya menghasilkan USD 420 juta
  • Nilai tambah bersih: USD 1,43 miliar—setara dengan 0,12% PDB nasional

2. Penyerapan Tenaga Kerja dan Pemberdayaan Lokal

  • Menyerap 250.000+ tenaga kerja, 70% perempuan
  • Meningkatkan pendapatan pengrajin rata-rata 40–60% sejak 2022
  • Mendorong regenerasi: 35% pengrajin baru berusia di bawah 30 tahun

3. Penguatan Ekonomi Daerah

  • Desa Celuk (Bali): ekspor perak mencapai USD 95 juta
  • Tasikmalaya: menjadi “kota emas” dengan 12.000 UMKM perhiasan
  • Kontribusi sektor ini terhadap PDRB daerah rata-rata 3,5–5,2%

4. Pengurangan Ketergantungan Impor Produk Jadi

  • Impor perhiasan mewah turun 18% karena substitusi oleh produk lokal berkualitas
  • Merek lokal kini menguasai 22% pasar domestik premium, naik dari 9% pada 2020

Tantangan dalam Implementasi Hilirisasi

Meski progres signifikan, sejumlah hambatan masih ada:

  1. Regulasi pertambangan yang ketat membatasi akses UMKM ke bahan baku emas dan batu mulia
  2. Kesenjangan teknologi: Banyak pengrajin belum mampu mengadopsi mesin modern karena biaya tinggi
  3. Minimnya akses pembiayaan: Hanya 15% UMKM perhiasan yang memiliki akses ke KUR atau venture capital
  4. Ancaman pemalsuan dan pembajakan desain di pasar global tanpa perlindungan HKI yang kuat
  5. Persaingan dari Thailand dan India, yang telah membangun ekosistem hilirisasi lebih matang

Rekomendasi Strategis Menuju 2030

Untuk memperkuat hilirisasi logam mulia, pemerintah dan pelaku usaha perlu:

  • Perluas akses bahan baku legal melalui skema “Tambang Rakyat Terpadu” dengan pendampingan teknis
  • Bangun “Indonesian Jewelry Innovation Hub” di Bali atau Yogyakarta sebagai pusat desain, pelatihan, dan pameran
  • Berikan skema pembiayaan khusus (seperti Jewelry Microfinance) bagi pengrajin untuk beli peralatan
  • Daftarkan desain khas Nusantara ke WIPO dan sistem HKI internasional
  • Galakkan kampanye “Wear Indonesian Gold” di dalam dan luar negeri sebagai bagian dari diplomasi ekonomi

Penutup: Emas yang Bicara, Perak yang Berkarya

Hilirisasi perhiasan di tahun 2025 bukan sekadar strategi ekonomi—melainkan pernyataan kedaulatan atas kekayaan alam dan budaya. Setiap cincin emas dengan ukiran Bali, setiap anting perak berbentuk motif kawung, adalah bukti bahwa Indonesia mampu mengubah sumber daya menjadi nilai, dan nilai menjadi kekuatan ekonomi.

Dengan logam mulia sebagai bahan dasar dan kreativitas sebagai katalis, Indonesia tidak hanya mengekspor perhiasan—tetapi juga mengirimkan identitas, keberlanjutan, dan kebanggaan Nusantara ke seluruh dunia. Di era ekonomi berbasis nilai tambah, kilau emas yang paling berharga bukan yang ditambang, tetapi yang diciptakan oleh tangan-tangan bangsa sendiri.

Tinggalkan Balasan