19, Okt 2025
Industri Briket Batu Bara Indonesia: Pertumbuhan Ekonomi Berbasis Energi Domestik 2025

Di tengah ketidakpastian pasokan energi global, tekanan inflasi, dan percepatan transisi energi, Indonesia menghadapi tantangan ganda: menjaga ketahanan energi sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif. Dalam konteks ini, industri briket batu bara—yang sempat terpinggirkan dalam dekade terakhir—mengalami revitalisasi strategis pada tahun 2025 sebagai bagian dari upaya memperkuat kemandirian energi berbasis sumber daya domestik.

Bukan sekadar kembali ke masa lalu, revitalisasi ini dilakukan melalui pendekatan modern: teknologi bersih, integrasi dengan ekonomi sirkular, pemberdayaan UMKM, dan penyesuaian dengan prinsip transisi energi yang adil (just energy transition). Briket batu bara kini diposisikan bukan sebagai energi utama jangka panjang, melainkan sebagai pengungkit ekonomi lokal, penyangga energi transisional, dan solusi bagi ketimpangan akses energi di wilayah terpencil.

Artikel ini mengupas secara komprehensif bagaimana revitalisasi industri briket batu bara pada 2025 menjadi bagian integral dari strategi pembangunan ekonomi berbasis energi domestik di Indonesia.


Latar Belakang: Mengapa Revitalisasi Diperlukan?

Indonesia memiliki cadangan batu bara sekitar 38 miliar ton, dengan produksi tahunan mencapai 750 juta ton pada 2025. Namun, pasar ekspor mulai menyusut akibat kebijakan dekarbonisasi di Tiongkok, India, dan Uni Eropa. Di sisi lain, batu bara berkualitas rendah (lignit dan sub-bituminous)—yang menyumbang hampir 40% produksi nasional—kurang diminati karena nilai kalor rendah dan biaya transportasi tinggi.

Situasi ini menciptakan surplus pasokan domestik sekaligus tekanan terhadap harga batu bara lokal. Di saat yang sama, 17,3 juta rumah tangga (BPS, 2024) masih bergantung pada kayu bakar, minyak tanah, atau LPG bersubsidi yang harganya terus naik.

Revitalisasi briket batu bara hadir sebagai jawaban ganda:

  • Ekonomi: Memanfaatkan batu bara “tidak laku” menjadi produk bernilai tambah.
  • Sosial: Menyediakan energi murah dan andal bagi masyarakat rentan.

Strategi Revitalisasi Industri Briket 2025

1. Modernisasi Teknologi Produksi

Pemerintah melalui Kementerian ESDM dan Kemenperin mendorong adopsi teknologi briket generasi baru yang lebih efisien dan ramah lingkungan:

  • Cold Briquetting Technology: Proses tanpa pemanasan, menghemat energi dan biaya.
  • Co-briquetting: Pencampuran batu bara dengan limbah biomassa (sekam padi, cangkang sawit, serbuk kayu) hingga 30%, menurunkan emisi karbon dan meningkatkan daya bakar.
  • Penggunaan binder alami: Pati singkong, tapioka, atau lignin sebagai pengganti bahan kimia sintetis.

Pusat Teknologi Briket Nasional (PTBN) di Balikpapan dan Bandung menjadi inkubator inovasi, menyediakan pelatihan dan prototipe mesin skala UMKM.

2. Penguatan Rantai Nilai Berbasis UMKM dan Koperasi

Revitalisasi tidak hanya fokus pada industri besar, tetapi pada pemberdayaan ekonomi lokal. Program “Desa Briket Mandiri” telah diluncurkan di 12 provinsi penghasil batu bara, dengan skema:

  • Kemitraan tambang–UMKM: Perusahaan batu bara wajib mengalokasikan 5% limbah batu bara halus (coal fines) untuk UMKM briket.
  • Akses permodalan: KUR hijau dengan bunga 3% per tahun khusus usaha briket ramah lingkungan.
  • Pendampingan teknis: Oleh Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) dan politeknik pertambangan.

Hingga Oktober 2025, lebih dari 1.200 unit usaha briket skala mikro telah beroperasi, menyerap 18.000 tenaga kerja, 60%-nya perempuan dan pemuda desa.

3. Standardisasi dan Sertifikasi Nasional

Untuk menjawab kritik lingkungan, pemerintah menerbitkan SNI 8976:2024 – Briket Batu Bara Ramah Lingkungan, yang mensyaratkan:

  • Nilai kalor minimal: 5.000 kcal/kg
  • Kadar abu maksimal: 12%
  • Emisi partikulat: < 150 mg/Nm³
  • Wajib menggunakan minimal 10% biomassa dalam campuran

Produk yang memenuhi standar mendapat label “Briket Hijau Indonesia” dan prioritas dalam pengadaan pemerintah.

4. Integrasi dengan Program Ketahanan Energi Nasional

Briket kini menjadi bagian dari Program Energi Desa Terpadu, yang menggabungkan:

  • Panel surya untuk penerangan
  • Biogas untuk memasak harian
  • Briket sebagai cadangan energi termal untuk pengeringan hasil tani, usaha kuliner, atau saat musim hujan

Di NTT, Maluku, dan Papua, briket digunakan oleh kelompok tani untuk mengeringkan kopra, cengkeh, dan ikan—meningkatkan nilai jual hingga 30%.


Dampak Ekonomi Revitalisasi Briket 2025

Produksi briket nasional8,2 juta ton/tahun(+65% vs 2022)
Nilai tambah ekonomiRp 14,3 triliun/tahun
Penghematan impor LPG180 ribu ton/tahun
Penyerapan tenaga kerja22.000 orang(langsung & tidak langsung)
Ekspor briketUSD 210 juta(ke Filipina, Bangladesh, Vietnam)

Selain itu, harga energi termal untuk UMKM turun rata-rata 35%, meningkatkan daya saing usaha mikro di sektor pangan, kerajinan, dan agroindustri.


Peran dalam Transisi Energi yang Adil

Pemerintah menegaskan bahwa revitalisasi briket bukan langkah mundur, melainkan bagian dari prinsip Just Energy Transition Partnership (JETP) yang ditandatangani Indonesia pada 2022. Dalam kerangka ini:

  • Briket menjadi jembatan energi bagi daerah yang belum siap beralih ke EBT.
  • Penggunaannya dibatasi pada sektor non-grid dan UMKM, bukan pembangkit listrik besar.
  • Setiap proyek briket wajib menyertakan rencana exit strategy menuju energi terbarukan dalam 5–10 tahun.

Kementerian ESDM juga mengalokasikan 10% dana transisi energi untuk pelatihan alih profesi bagi pekerja briket menuju sektor energi hijau di masa depan.


Tantangan ke Depan

Meski progres signifikan telah dicapai, tantangan tetap ada:

  1. Stigma lingkungan: Briket masih dianggap “kotor” oleh sebagian kalangan, meski teknologinya telah berkembang.
  2. Skala ekonomi terbatas: Usaha mikro kesulitan bersaing dengan LPG bersubsidi.
  3. Regulasi daerah yang tumpang tindih: Beberapa daerah melarang penggunaan batu bara dalam bentuk apa pun.
  4. Ketergantungan pada pasokan batu bara: Jika kebijakan moratorium tambang diperluas, pasokan bahan baku bisa terganggu.

Untuk itu, pemerintah tengah menyusun Roadmap Industri Briket Berkelanjutan 2025–2030, yang menekankan diversifikasi bahan baku (termasuk limbah batubara tua dan biomassa murni) dan integrasi digital untuk pelacakan emisi.


Penutup: Briket sebagai Manifestasi Kedaulatan Energi Lokal

Revitalisasi industri briket batu bara pada 2025 bukanlah nostalgia terhadap era energi fosil, melainkan strategi realistis dan inklusif dalam menghadapi kompleksitas energi masa kini. Dengan memadukan sumber daya alam, inovasi teknologi, dan pemberdayaan masyarakat, briket menjadi simbol kedaulatan energi dari desa—tempat solusi lahir dari keterbatasan.

Dalam jangka pendek, briket menjaga stabilitas ekonomi rumah tangga dan UMKM. Dalam jangka panjang, ia menjadi batu loncatan menuju sistem energi yang lebih bersih, adil, dan berdaulat. Seperti pepatah lama: