Subsidi Motor Listrik dan Efek Bergandanya terhadap Ekonomi Rakyat di 2025
Di tengah upaya transisi energi nasional dan pemulihan ekonomi pasca-pandemi, pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis pada 2025: memperluas dan memperkuat subsidi motor listrik sebagai bagian dari kebijakan ekonomi inklusif. Program ini tidak hanya bertujuan mengurangi emisi karbon, tetapi juga menjadi alat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari bawah, terutama bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Subsidi motor listrik—yang mencakup potongan harga langsung, pembebasan pajak, hingga insentif infrastruktur—telah memicu efek berganda (multiplier effect) yang luas: dari peningkatan daya beli, penciptaan lapangan kerja, hingga penguatan UMKM dan sektor informal. Artikel ini mengupas secara mendalam bagaimana kebijakan subsidi motor listrik pada 2025 telah menjadi katalisator pemulihan dan pemerataan ekonomi rakyat.
Kebijakan Subsidi Motor Listrik 2025: Lebih dari Sekadar Diskon
Sejak awal 2025, pemerintah merevisi skema subsidi motor listrik melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 12/2025 dan Peraturan Presiden tentang Percepatan KBLBB. Skema utamanya meliputi:
- Subsidi Langsung Tunai (SLT):
- Rp7 juta per unit untuk motor listrik dengan TKDN ≥40%
- Disalurkan melalui mekanisme cashback saat pembelian
- Pembebasan Pajak:
- PPN 11% dihapus untuk pembelian motor listrik
- Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) gratis selama 2 tahun di 15 provinsi percontohan
- Insentif Infrastruktur:
- Subsidi hingga 50% untuk pembangunan SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum) di wilayah pedesaan
- Bantuan listrik gratis 10 kWh/bulan selama 6 bulan pertama bagi pembeli motor listrik
- Program Konversi:
- Subsidi Rp5 juta bagi pemilik motor BBM tua (≥10 tahun) yang mengonversi ke listrik
Hingga September 2025, lebih dari 480.000 unit motor listrik telah disubsidi, dengan anggaran APBN mencapai Rp3,36 triliun—angka yang signifikan, namun memberikan dampak ekonomi jauh lebih besar.
Efek Berganda terhadap Ekonomi Rakyat
1. Peningkatan Daya Beli dan Penghematan Operasional
Bagi masyarakat berpenghasilan rendah—seperti ojek online, kurir, pedagang keliling, dan petani—motor listrik bukan hanya alat transportasi, tapi alat produksi. Dengan subsidi, harga motor listrik turun hingga 30–40%, menjadikannya terjangkau (mulai dari Rp14 juta).
Lebih penting lagi, biaya operasional harian turun drastis:
- Biaya listrik: Rp1.500–2.000/hari (untuk jarak 50 km)
- Biaya BBM setara: Rp15.000–20.000/hari
Artinya, pengguna bisa menghemat Rp400.000–600.000 per bulan. Uang ini kemudian dialokasikan untuk:
- Konsumsi rumah tangga (pangan, pendidikan, kesehatan)
- Modal usaha mikro
- Tabungan atau investasi kecil
Menurut survei LPEM FEB UI (September 2025), 72% penerima subsidi melaporkan peningkatan kemampuan ekonomi bulanan, dengan rata-rata kenaikan pengeluaran non-motor naik 12%.
2. Penciptaan Lapangan Kerja Baru
Subsidi motor listrik mendorong pertumbuhan ekosistem pendukung yang menyerap tenaga kerja:
- Teknisi motor listrik: Lebih dari 8.000 bengkel konvensional telah beralih atau menambah layanan servis motor listrik.
- Operator SPKLU: Sekitar 15.000 unit SPKLU tersebar di seluruh Indonesia, menciptakan 25.000+ lapangan kerja.
- Industri komponen lokal: Pabrik baterai, motor penggerak, dan rangka ringan menyerap 40.000+ pekerja baru sepanjang 2025.
Program pelatihan seperti “Pelatihan Teknisi Motor Listrik Desa” oleh Kemenperin dan Kemnaker telah melatih 63.000 orang, 60% di antaranya perempuan dan lulusan SMK.
3. Penguatan UMKM dan Ekonomi Digital
Motor listrik menjadi tulang punggung ekonomi digital di tingkat akar rumput:
- Ojek online: Lebih dari 120.000 driver Gojek dan Grab beralih ke motor listrik, mengurangi biaya operasional dan meningkatkan pendapatan bersih.
- Pedagang keliling: Penjual makanan, sayur, dan barang kebutuhan sehari-hari kini bisa menjangkau lebih banyak pelanggan dengan biaya lebih rendah.
- Layanan logistik mikro: Kurir UMKM menggunakan motor listrik untuk pengiriman lokal, meningkatkan efisiensi dan kecepatan layanan.
Studi Bank Indonesia (2025) menunjukkan bahwa UMKM yang menggunakan motor listrik mengalami kenaikan omzet rata-rata 18% dalam 6 bulan pertama.
4. Pengurangan Beban Impor dan Stabilitas Neraca
Dengan berkurangnya konsumsi BBM untuk sepeda motor (yang menyumbang ~30% dari total konsumsi BBM transportasi), Indonesia menghemat USD 1,3 miliar dalam impor minyak selama 9 bulan pertama 2025. Dana ini secara tidak langsung “dikembalikan” ke ekonomi domestik melalui:
- Stabilitas nilai tukar rupiah
- Penurunan tekanan inflasi energi
- Realokasi anggaran subsidi BBM ke program sosial
Studi Kasus: Dampak di Tingkat Desa
Di Desa Sumberagung, Kabupaten Malang, Jawa Timur, program subsidi motor listrik telah mengubah wajah ekonomi lokal:
- 87 warga menerima subsidi motor listrik melalui koperasi desa.
- Kelompok tani kini mengantarkan hasil panen ke pasar kota dengan motor listrik, mengurangi ketergantungan pada tengkulak.
- Dua SPKLU desa dibangun dengan dana desa dan insentif pemerintah, dikelola oleh BUMDes.
- Pengeluaran rumah tangga untuk transportasi turun rata-rata 35%, dialihkan untuk biaya sekolah anak dan modal ternak.
“Dulu, setiap hari saya habiskan Rp20 ribu untuk BBM. Sekarang cukup bayar listrik Rp2 ribu. Sisanya buat jajan anak dan beli pakan ayam,” ujar Siti, penjual sayur keliling, dalam wawancara dengan tim peneliti UGM.
Tantangan dan Catatan Kritis
Meski dampaknya positif, kebijakan subsidi ini menghadapi beberapa tantangan:
- Keterbatasan anggaran APBN: Subsidi berskala besar rentan terhadap tekanan fiskal jika harga komoditas global berubah.
- Ketimpangan akses: Wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) masih minim infrastruktur pengisian.
- Kualitas produk: Beberapa merek lokal murah dinilai kurang tahan lama, berpotensi menurunkan kepercayaan konsumen.
- Daur ulang baterai: Belum ada sistem nasional untuk pengelolaan limbah baterai bekas.
Untuk itu, pemerintah mulai mendorong subsidi berbasis kinerja dan kemitraan dengan swasta agar program lebih berkelanjutan.
Proyeksi ke Depan: Menuju Ekonomi Hijau Inklusif
Jika kebijakan ini dipertahankan dan diperbaiki, efek berganda subsidi motor listrik akan semakin meluas. Proyeksi Kementerian Keuangan (2025) menyebutkan bahwa setiap Rp1 triliun subsidi motor listrik menghasilkan multiplier effect sebesar 2,3x terhadap PDB—lebih tinggi daripada subsidi BBM (1,6x).
Pada 2026–2030, fokus akan beralih ke:
- Integrasi motor listrik dengan energi surya di desa
- Skema pembiayaan mikro berbasis koperasi
- Ekspor teknologi motor listrik ke negara berkembang
Kesimpulan
Subsidi motor listrik di 2025 bukan sekadar kebijakan energi, melainkan strategi ekonomi kerakyatan yang cerdas. Ia menyentuh langsung kehidupan jutaan rakyat kecil, mengurangi beban biaya hidup, membuka lapangan kerja, dan memperkuat fondasi ekonomi mikro. Efek bergandanya meluas dari rumah tangga ke UMKM, dari desa ke kota, dan dari konsumsi ke produksi.
Dengan pendekatan yang inklusif, transparan, dan berkelanjutan, subsidi motor listrik bisa menjadi salah satu warisan kebijakan ekonomi paling berdampak di era transisi energi Indonesia—di mana keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial berjalan beriringan.

